sinta

4

Rabu, 16 Desember 2009

Kaulah Nafasku Ibu

Hembusan nafas terengah-engah, keringat bercucuran, tenaga terkuras habis dan nyawa jadi taruhan. Itulah perjuanganmu Ibu ketika engkau melahirkan Aku yang lama engkau nantikan, lama sudah sembilan bulan Aku berada di Kandunganmu Ibu. Tak bisa ku bayangkan betapa besar pengorbananmu padaku. Selama itu kau menentengku kesana kemari melindungiku dari terik matahari, hawa dingin dan polusi. Kini datanglah Aku ke bumi yang fana ini bersama harapan yang kau panjatkan setiap malam, bersama keceriaan dan kebahagiaan mengharapkanku menjadi orang yang sukses, penuh keberuntungan dan menjadi putri yang solehah.
Naungan do’a yang panjatkan tak henti-hentinya dari bibir kecilmu itu, membawaku kedalam lembah kebenaran, kesuksesan dan keberuntungan. Air mataku menetes ketika mengingat masa kecilku yang penuh dengan sensasi. Masa kecil yang indah, sewaktu Aku masih kecil, sering kali lantunana ayat Al-Qur’an menggema, hal yang paling Ku suka yaitu tilawatil Qur’an, suara merdu Ibu membuat bulu roma ini merinding tanpa Ku sadari, Ibu bercerita kepadaku, bahwa pada saat beliau muda beliau mengaji di pesatren dan di ajari bertilawatil Qur’an sehingga membawa hasil yang bisa dibilang membanggakan, Ibuku berhasil menjadi juara satu tilawatil Qur’an se-kab Bojonegoro. Sungguh membanggakan bagiku, sampai muncul di benakku, Aku ingin seperti Ibuku yang pandai tilawatil Qur’an.
Ibuku yang hanya lulusan SD ini tak patah semangat, tak menyerahkan hidup pada takdirnya, tetapi beliau malah melawan dengan kerja keras, banting tulang untuk bisa hidup yang lebih layak. Kata beliau dulu, dengan berlatar belakang yang suram karena Beliau hanyalah anak seorang buruh tani yang serba kekurangan, yang mana memiliki tujuh orang saudara, dan ini adalah salah satu faktornya Ibuku haya lulusan SD, tapi beliau tak kurang akal, segala macam pekerjaan dijajakinya, mulai dari tukang cuci, tukang nimba sampai dengan penjual es keliling dilakoninya. Penderitaaan yang di alaminya pada waktu masih kecil itu merupakan bumbu-bumbu kehidupan yang harus dijalani, tanpa ada itu semua maka kehidupan ini tak ada makananya, yang penting Aku sebagai putrinya tak merasakan apa yang dirasakanya. Ujarnya dengan tegas.
Hal yang Ku suka lainya, ketika Ibuku menidurkanku dan mengapus-apus kepalaku, di atas sebuah tikar yang jebrak, berselimutkan kain yang rombeng, hawa dingin tak dirasa yang sampai menusuk tulang belulang. Waktu itu Aku baru berumur sekitar empat tahunan, masih dlongap-dlongop belum begitu mengerti tentang perasaan Ibuku, yang Ku tahu hanya makan enak, baju bagus, serba kecukupan, walaupun pada saat itu Aku hanyalah anak seorang Kuli bangunan yang kerjanya tak menentu yang gajinya tak seberapa, serta seorang pemilik toko kecil yang kumuh, reok, miring yang hampir roboh. Bangunan yang berukuran kurang lebih 3x6 m2 terlintas memang cukup besar untuk ukuran sebuah toko, tapi bangunan yang sempit ini sekaligus menjadi rumahku yang ku tempati. Kalau dilihat dari segi manapun, rumahku itu bisa dibilang mirip dengan sebuah kandang, yang sudah reok dan tua di makan usia. Disisi lain yang tak kalah menyadihkan, bangunan yang seperti kandang itu masih memiliki beban yang berat, karena tanah yang kutempati bukanlah tanah Ibuku atau Bapakku, malainkan tanah milik orang, yaitu tanah sepupu dari Ibuku, jadi bisa dibilang Aku dan keluargaku hanya hidup menumpang di tanah orang.
Bersyukur dan mau menerima apa adanya serta usaha yang keras adalah salah satu kunci kesuksesan. Ibuku selalu mewanti-wantiku untuk menjadi orang yang sukses dan membawaku kedepanya untuk bisa jadi lebih baik. Dari kemiskinan yang melanda keluargaku membuat para tetangga yang suka usil dengan cemoohan mereka yang tidak penting itu semakin menjadi-jadi, tapi kata Ibu biarpun kami miskin tapi kami masih punya harga diri yang harus kita pegang kuat,dan bibir kecilnya meluruskan. Ibuku merupakan salah satu orang bertipe penyabar, pemaaf dan tidak pendendam, beliau mengajariku untuk demikian, biarpun orang kata apa, kalau toh kita tidak melakukan tidak jadi masalah.
Ku arungi hidup bersama ibuku yang Ku cinta di gubuk reok dan sangat kecil untuk ukuran tiga orang, pada waktu itu, Bapakku pergi merantau ke berbagai kota untuk mencari sesuap nasi. Aku sangat menikmati masa kecilku bersama Ibuku seorang, Aku merasakan kasih sayang seorang Ibu yang seutuhnya.
Kehidupan rumah tangga kedua orang tuaku mulai terombang ambing bagai kapal yang berada ditengah lautan lepas, lagi-lagi masalah ekonomi yang menjadi faktor utama, mengapa harus ekonomi dan ekonomi yang harus jadi kendala ini semua? Yah memang untuk butuh hidup di dunia, uang adalah segalanya. Berawal dari adu mulut tentang pembicaraan masalah ekonomi yang lagi seret, pertengkaranpun menjadi-jadi sampai pertengkaran hebatpun terjadi, Aku yang masih kecil yang hanya bisa diam tanpa kata, maksud hati ingin menolong Ibu karena menangis mendengar perkataan Bapak yang kurang mengenakkan hati. Ibu menangis di sudut kamar sekaligus tempat ibadah yang juga sekaligus tempat dimana Aku belajar, sungguh tempat yang sempit, tapi mau bagaimana lagi, di balik semua ini pasti ada hikmahnya sendiri. Cekcokpun semakin mereda, sampai suatu ketika Bapak menggucapkan,”Titeni Dik, sak mu bakal tak kebak i” ini ucapan yang di lontarkan oleh Bapak kepada Ibu dengan logat yang masih kental yang melekat dalam bibirnya, yaitu logat Jombang, yang kebetulan Bapakku berasal dari kota jombang dengan sebutan Jombang kota beriman .
Sampai suatu ketika, Aku duduk di bangku kelas satu SD, Bapakku di percaya oleh atasanya, sehingga Bapak ku menjadi salah satu mandor borongan yang ikut dalam sebuah PT. Memang pada saat itu masih mandor yang baru saja belajar bagaimana suatu kerja itu di lakukan, dan pada akhirnya alhamdulillah gaji tak seberapa itu bisa di buat makan istri dan anaknya. Semakin tahun semakin sukses pula karier yang dijalani oleh Bapakku, akhirnya Rumah gubuk reok, kumuh dan nampak seperti kandang itu hanya tinggal kenangan, karena kerja keras Bapakku serta do’a yang di lontarkan Ibukku tiap malam di ijabahkan oleh Allah. Kemudian Kami pindah kerumah yang Bapak dan Ibu bangun untuk kita tempati bersama, meninggalkan memory yang indah maupun pahit, yang tak terlupakan. Semua menjadi kenangan, hanya sebuah pohan mangga yang berdiri kokoh di depan gubuk itu yang menjadi saksi bisu kehidupanku bersama keluargaku yang dulu. Hati kecilku menangis mengapa setelah pindah di rumahku yang baru Aku merasa kehilangan masa-masa di gubuk reok itu, padahal kehidupanku berubah 180 derajat lebih enak di banding dengan kehidupanku yang dulu.
Ditengah-tengah kebahagiaan keluargaku karena kepindahan dari rumah yang tidak layak menjadi ke rumah yang lebih layak di barengi dengan kelahiran adik laki-laki pertamaku yang bernama Refangga, lengkap sudah kebahagiaan yang kami terima, tapi mengapa Aku masih saja merasa kehilangan dan kehilanagan? Perasaan itu tak bisa hilang dari benakku.
Aku pindah ke rumah baruku itu sekitar kelas 3 SD setelah melewati masa renovasi yang cukup panjang. Aku senang sekali ketika Ibuku tersenyum melihatkku belajar di teras rumah, meski pada waktu itu belum di pasang keramik pada lantainya, yang mana Aku hanya beralaskan tikar dan di terangi dengan sebuah dop kecil, Ibuku menemaniku belajar dan mengajarikku hal paling lemah dalam daya ingatku, yaitu Matematika, Aku ingat saat Aku masih di rumah yang dulu, Ibuku selalu memberi soal dimana Aku harus bisa menyelesaikanya dengan baik, tapi Aku pada waktu itu masih belum bisa menerimanya dengan baik, karena penyakit yang menggrogoti otakku yaitu kurang ketelitian, Aku memang ceroboh, Ibuku sampai hafal dengan kecerobohan yang Aku lakukan.
Teringat dulu ketika Aku diberi tugas untuk bisa perkalain dan di tuntut harus hafal, karena Aku kurang bisa menghafal perkalian dengan baik, sampai-sampai Ibuku menghukumku untuk menghafal perkalian di mana saja Aku berada, yang lebih lucunya lagi, Beliau menyuruhku mandi dan Aku harus menghafal perkalian 1x1 sampai 10x10, pada waktu itu Aku masih keberatan dengan tuntutan yang seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, itu merupakan kebutuhan sekaligus kewajibanku untuk dapat menghafal dengan baik. Tapi menyenangkan juga sich.
Semakin hari semakin pintar pula Aku menghafal perkalin, tak sia-sia juga Aku menghafal walau sampai Aku kena jeplak Ibuku, hehehe . . . .Ibuku sangat berjasa bagiku, semua yang di ajarkan padaku semua kulakukan sehingga membuahkan hasil yang memuaskan. Masa-masa SD,SMP Ku lalui dengan begitu cepatnya, semua memory yang ada telah tersimpan baik-baik di otak kecilku ini. Semuanya begitu indah, kenangan yang indah dan Akhirnya sampai saat ini Aku Yang sudah duduk di bangku SMA ini begitu merindukan masa-masa yang indah tersebut.
Sekarang Aku berhasil mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, Aku duduk di bangku sekolah menengah atas di salah satu sekolah terfavorit di kotaku, yaitu di SMA N 2 Bojonegoro, sebutan bekenya adalah SMAdaBO. Disini Aku mendapatakan segalanya, yaitu Ilmu, teman baru, guru baru dan suasananapun baru, semua serba baru. Pada awalnya Aku masih merasa kurang sreg dengan suasana yang ada. Aku belum bisa beradaptasi, pada dasarnya Aku tu gampang adaptasi, tapi Jauh dari sang Ibu yang sangat Ku cinta merupakan suatu yang sangat sulit bagiku, butuh proses untuk Aku bisa beradaptasi, jauh dari rumah, jauh dari Ibu, jauh dari keluarga yang lain karena Aku in the cos.
Aku yang dari desa melihat kota yang jauh dari kehidupan desa, hiruk-pikuk kendaraan yang lewat membuat polusi dimana-mana. Aku rindu kedamaian, Aku rindu kampung halaman dan Aku rindu seseoraang yang berharga dalam hidupku, kalaulah Ibuku, yang ku hormati sampai akhir hayatku. Air mataku menetes karena Aku rindu dengan semuanya, Aku mengis bersama temanku dari kampung pula, namanya Elly, dia juga tak kuasa menahan kerinduan yang ada pada Ibunya. Kita memang udah gede tapi masih nangis. MEMALUKAN !!!!
Seiring berjalannya waktu, Tak terasa kini Aku sudah duduk di bangku kelas XI SMA. Dan kini suasana baru dari kelas yang dulu ku tempati yaitu x-4 dan sekarang Aku bertempat tinggal di XI IA-3 di SMAdaBO tercinta. Teman-teman yang mengasyikkan juga ku dapatkkan pada Kelas XI ini, masa-masa yang indah walau aku harus berpisah dengan sahabatku yang dulu yang pernah sebangku denganku yaitu April.
Benar kata orang, semakin jauh dari orang tua kita akan semakin rindu dengan bimbingan orang tua yang pernah kita dapatkan. Contohnya saja Aku, dulu ketika Aku masih sangat dekat dengan Ibu, Aku melakukan hal-hal yang bermanfaat entah itu dalam bentuk apapun, tapi sekarang Aku hanya membuang waktu luangku untuk main-main bersama teman-temanku, dan waktu belajar malah Aku jadikan waktu untuk bermain. Kalau Ibuku tau, Aku seperti ini, bisa putus urat leherku ini. Aku memang anak yang nakal pada saat ini, sampai-sampai Ibuku mendapat kabar dari Buk Kos tentang ulahku selama Aku di Bojonegoro, Ibuku menelphonku dan menangis mendengar ulahku yang suka keluyuran, dari pulang sekolah mesti langsung pergi lagi sampai adzan magrib berkumandang, setelah mandi dan sholat, Aku pergi lagi have fun bareng temen-temen. Ibuku menangis dan menangis, Aku yang merasa bersalah juga ikut mengis di dalam hati, dan tak mungkin Aku menangis pada saat itu, karena pada waktu itu Aku sedang mengerjakan tugas bersama teman sekelasku Sheilla. Aku binggung bercampur ingin nangis tapi tak tahan, karena di situ ada Sheilla, sangat memalukan kalau Aku sampai nangis tanpa sebab di depannya.
Kata-kata yang tidak enak muncul dari bibirnya, Aku yang sudah menjadi putrinya bertahun-tahun baru mandengar kata-kata ini di lontarkan, kata-kata itu adalah (...............), sebagai seorang Ibu, Aku tak menyalahkan kalau sampai Ibuku mengatakan yang demikian, Aku yang salah, Aku yang tolol, sampai bisa membuat Ibuku membuang air matanya dengan sia-sai Cuma menagis buat Aku, Aku sangat merasa bersalah sekali, orang yang Ku sayang Ku buat nangis hanya gara-gara ulahku yang konyol. Ibu maafkan Aku, Aku hanya bisa membuat mu menagis, Aku berjanji suatu saat nanti, Aku akan membuatmu bahagia, tersenyum ketika melihatku menjadi orang yang kau banggakan.
Aku yang bodho sekarang, malu dengan Aku yang dulu pintar, cerdas dan tidak pernah membuat Ibuku sedih. Aku yang sekarang beda dengan Aku yang dulu, persis seperti apa yang dikatakan Ibu padaku, kata-kata Ibu tak pernah salah dari dugaannya, semua benar begitu saja. Aku yang sekarang pemalas sampai-sampai nilai ulanganku jeblok karena sering keluyuran dan jarang belajar, membuatku sadar akan pentingnya belajar dan mengerti pentingya mengejar nilai yang harus di peroleh agar tidak termasuk dalam kategori anak yang mengalami remidi. Kini Aku sadar, Aku ingin bangkit dari keterpurukan, Aku ingin mendapatkan nilai yang semestinya bisa ku dapatkan, Aku ingin Ibuku tersenyum lagi seperti dulu, Aku ingin semuanya berubah seperti dulu, terutama Ibuku, Aku ingin Ibuku yang selalu tersenyum menyambutku kedatanganku pulang. Pada waktu Aku nakal dan bandel, Beliau selalu menampakkan muka masamnya, bibir manisnya selalu manyun kedepan dan berbeda dengan dulu, Beliau selalu menarik bibirnya tersebut kekanan dan kekiri. Aku rindu masa-masa tersebut.
Di dunia ini tak ada kata menyerah, begitu juga dengan Aku yang akan selalu berusaha menjadi orang yang terbaik diantara orang yang baik, itu adalah kunci sukses. Tanpa do’a dan restu dari Ibu, Aku tak akan dapat berguna di muka bumi ini, karena do’a Ibu adalah do’a yang paling mujarap di muka bumi ini. Untuk itu hormatilah Ibumu, jangan sampai kita sekali-kali meneteskan air mata Ibu, karena kunci dari semuanya adalah kehendak dari Ibu kita, dan tak salah bagi kita untuk selalu mengukir nama dan jasanya di hati kita. Ibu kalaulah nafas Ku, dimana tanpamu Aku tak dapat bernafas dengan bebas, Ibu kalaulah surgaku, dimana tanpamu Aku tak dapat berbakti untukmu, karena surga ditelapak kaki mu Ibu, Ibu engkaulah Do’aku, dimana tiada engkau Aku bukanlah apa-apa, hanya sebagai mahluk tak bertulang yang hanya punya daging,organ dan kulit saja tanpa tulang, yang di ibaratkan Aku tanpa ada orang yang dapat membimbing dan meluruskan jalan hidupku. Aku mencintaimu Ibu.

Selasa, 08 Desember 2009

Darah Senimu Mengalir di Tubuhku

Berbakti pada seorang guru, itulah kewajibanku. Tak kan pernah Ku lupa, ketika untaian doa Mu menyertai Ku, dengan segala kerendahan hati yang kau miliki, Kau tularkan kelebihan ilmumu itu pada Ku.

Bu Anik, itulah nama yang beliau sandang, profil wanita yang tangguh, tak mau dikalahkan oleh penyakit yang kebanyakan di derita oleh orang banyak, yaitu malas. Memang tak mudah bagi kita menghilangkan penyakit yang satu ini, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang mau melawannya. Seperti halnya yang terjadi pada sosok satu ini, beliau melawannya dengan kegigihan yang beliau miliki untuk menjadi orang yang sukses kedepannya. Wanita 27 tahun ini, menganggap cobaan yang menerpanya itu adalah rintangan yang harus di hadapi, seberat apapun rintangan yang ada dimatanya hanya sebesar kuku saja. Ini pelajaran buat kita semua bahwa dimana ada kemauan di situpun ada jalan.

Pelajaran yang Ku dapat dari beliau adalah, ketika tubuhnya yang lemah gemulai mengajari Ku untuk menirukan gerakan yang beliau lakukan, yaitu denga menari kekaguman dan awal kedekatan Ku denganya. Dari sinilah Aku memperoleh hal yang Ku anggap bermakna, karena Aku dari kecil memang senang sekali menari. Darah seni Ku menggalir dari Ibuku, walaupun sedikit itu adalah suatu anugrah terindah yang Ku miliki.

Berawal dari kelas satu SMP, dengan ekstrakulikuler yang Aku ikuti yaitu ekstrakulikuler tari, Aku bertemu dengan Bu Anik, Beliau adalah guru kesenianku sekaligus pelatih ekstrakulikuler tari yang berlatar belakang lulusan dari UNESA di bidang seni tari. Setiap hari Rabu ekstrakulikuler di laksanakan, pada pukul 14.00 WIB. Semangatku berkobar-kobar karena suatu hal yang baru akan Ku dapatkan, Bu Anik mengajari Aku dengan banyak konsep dan cara pembelajaran yang beliau ajarkan, sehingga Aku dan teman2 senang di ajar olehnya.Bukan Hal yang tabu kalau seorang laki-laki tertarik dan ingin dekat dengan seorang wanita, dan begitu juga sebaliknya. Itu merupakan hal yang biasa, karena kita hanya seorang manusia yang memang itu sudah menjadi kodrat kita. Ini terjadi pada Bu Anik ini, seorang lelaki yang lumayan mapan menaruh hati padanya. Seiring berjalannya waktu merekapun menjalin hubungan dan berakhir pada jalinan pernikahan, dan sekarang mereka mempunyai dua orang putri yang cantik jelita, yang baru saja dilahirkan 2 minggu kemarin.

Sosok satu ini vegitu Ku kagumi, beliau adalah guruku sekaligus orang tua bagi Ku. Semoga beliau selalu sehat dan bahagian selalu, amien.

SELAMAT HARI GURU